Selama berabad-abad musik telah
menjadi medium untuk mengenal alam dan tuhan – yang oleh filsuf Plato disebut
sebagai “mimesis”. Sepanjang sejarah peradaban-peradaban besar di dunia, musik
memiliki peranan penting sebagai bagian dari ritual masyarakat. Khazanah
warisan Bangsa Assyiria disebutkan bahwa musik yang ditampilkan dalam berbagai
upacara adalah perlambang kemuliaan upacara itu. dengan sembahyang dikuil-kuil,
seakan sama dengan dupa-dupa yang dibakar, yang melambangkan kekuatan Tuhan.
Bangsa Yunani dan Romawi
mengganggap musik sebagai Dewa Agung yang mereka sembah. Mereka mendirikan
kuil-kuil, altar-altar yang indah, sebagai tempat persembahan berbagai
pengorbanan yang terindah. Mereka mengatakan bahwa suara senar dawai Dewa
Apollo memantul pada suara alam. Suara yang melambangkan duka cita itu
terpantul dari kicau-kicau burung, gemericik air, desah angin dan desiran
lembut dahandahan pepohonan. Bagi mereka, suara dawai Apollo adalah gema suara alam.
Peradaban Islam pun mengenal
musik sebagai sarana untuk mengenal tuhan. Musik Persia adalah salah satu
bentuk seni Islam yang sangat kental dengan pola dan praktik tasawuf. Sebagai
dimensi spiritualitas Islam tasawuf mengadopsi musik Persia dan bentuk music lainnya
untuk menjadi sarana mencapai tujuan-tujuan spiritual, yaitu pengaksesan menuju
Tuhan.
Hubungan musik dan spiritualitas,
bagi saya memiliki dimensi yang sangat luas. Karena, menurut saya, apapun
musiknya, memiliki dimensi“spiritualitasnya”. Boleh jadi dewasa ini musik hanya
sebatas “spiritualitas sekuler” – musik hanya perkara bersenang-senang,
berleha-leha, banal, dan tempat mencari materi. Musik sebagai suatu karya seni
yang ada di tengahtengah kita saat ini memang bukan hadir untuk mengingatkan
kita kepada-Nya.
Posting Komentar