Zona Musik - Pada malam Rabu tanggal 27 Maret, Saya melihat sebuah pemandangan kumuh dan menggelandang. Dua remaja yang mengendarai vespa rombeng. Vespa yang sangat jelek dan ditempeli berbagai asesoris bagai sampah, sungguh membuat mata jadi keset. Agak bergidik melihatnya, bahkan sedikit serem.
Iseng Saya tanya. Ade dari mana? Mau kemana? Mereka menjawab. Saya dari Tanggerang mau ke Cianjur. Waduh, jauh amat? Jawab Saya. Berapa jam kalian dari Tanggerang ke sini? Seminggu Pak! Waduh, kok lama amat? Jawab Saya. Ia menjelaskan bahwa perjalanan mereka biasanya malam hari. Kalau siang mengganggu kendaraan umum.
Memang nampak vespa rombeng itu ukurannya besar karena ada sejumlah pariasi ditempelkan. Ukurannya selebar kendaraan roda empat. Terlihat aneh, kotor, kumuh dan bagai bangunan sampah yang bergerak. Hadeuh, unik komunitas mereka ini. Sudah lama Saya sering melihat komunitas mereka bergerombol.
Saya lanjutkan pertanyaan susulan pada mereka. Apa yang kalian paling suka dari kehidupan seperti ini? Kalian kehujanan, kepanasan, banyak lapar di perjalanan? Mereka menjawab, solidaritas pak! Solidaritas yang membuat kami bahagia didalam kehiduapan seperti ini. Jawab mereka. Hemm, solidaritas. Sebuah pertemanan dan persahabatan ternyata jadi modal kekuatan mereka menggelandang.
Saling menghormati. Saling menghargai. Saling berbagi. Saling menolong. Saling menjaga. Saling melindungi. Bahkan berkendaraan pun mereka biasanya konvoi. Tidak saling menyalip dan meninggalkan. Sebuah pembelajaran dari dunia vespa rombeng bagi kita semua. Dalam dunia kita kadang solidaritas masih menjadi mental langka.
Mengapa mereka solid dan kompak? Padahal penuh kesederhanaan dan bahkan kesengsaraan? Mengapa kita terkadang apatis, tersekat dan terbelah ke dalam individualisme? Padahal diantara kita sudah sejahtera dan bahkan bermobil mewah. Mengapa secara solidaritas kalah sama vespa rombeng. Jangan-jangan mobil kita mewah tapi mental kita rombeng.
Dalam dunia verspa rombeng, mereka berlomba siapa yang vespanya paling buruk. Vespa paling buruk, unik dan aneh maka akan paling dihargai. Karena kreatifitas mendesign vespa paling jelek dan buruk. Dalam dunia kita malah terbalik. Siapa yang kendaraannya paling mewah dan mahal. Maka dianggap paling hebat dan wow.
Ada pepatah yang mengatakan, “Buruk rupa belum tentu berhati buruk” Begitu pun mereka terlihat buruk tetapi ada nilai-nilai solidaritas yang baik. Ada juga pepatah, “Cakep rupa belum tentu cakep hatinya”. Ini bisa jadi pada dunia kita. Banyak orang terlihat gagah, cakep dan berkelas tetapi jauh muka dari hati. Kadang penampilan menipu.
Apalagi di tahun politik saat ini, solidaritas sangat dibutuhkan. Bukan malah saling hujat. Menyebar hoaxs dan menggoreng kebencian. Penampilan gagah dan cakep tetapi status dalam dunia medsos menebarkan kebencian dan hoaxs. Mungkin kita harus lebih menghargai mentalitas anak gelandangan vespa rombeng. Sekalipun terlihat seram dan menjijikan namun hati dan kemanusiaan mereka bisa jauh lebih mulia dari kita. Penampilan kadang menipu. Penipu kadang berpenampilan mengkecoh.
Hanya kepada Allah segalanya kita kembalikan. Saya masih ingat kisah sejarah budak dan sahabat Nabi yang jelek bernama Bilal. Ia terlihat bagai budak, hitam dan buruk rupa. Namun suara adzan, ketauhidan dan kemuliaan hatinya berbeda terbalik dari warna kulitnya. Bilal adalah ahli surga. Wajahnya bercahaya dihadapan para Malaikat.
Konon katanya, Bilal sendalnya saja sudah ada disurga. Apalagi dirinya. Ia ahli surga banget. Kita? Ahli apa? Semoga setiap kita bisa hidup lebih baik dan bahagia atas kesuksesan orang lain. Ketika kita sudah bisa memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan maka kita sudah mulai menjadi manusia. Penampilan boleh rombeng hati tetap cakep.
Oleh : Dudung Nurullah Koswara
Praktisi Pendidikan
Posting Komentar