Azan Pitu, Tradisi Penuh Makna di Masjid Sang Cipta Rasa



Cirebon, Zona Musik - Penyebaran agama Islam di Cirebon dan sekitarnya penuh dengan cerita unik dan mistis. Cirebon, yang secara geografi berada di jalur perdagangan masa lalu membuat banyak budaya dan tradisi agama bercampur menjadi satu.

Namun, Cirebon juga dipercaya sebagai tempat pertemuan para Wali Songo yang mengemban misi penyebaran Islam di tanah Jawa. Salah satunya Sunan Gunung Jati yang membangun Cirebon menjadi salah satu daerah dengan penganut Islam terbanyak.

Sunan Gunung Jati sendiri menyebarkan Islam bukanlah dengan kekerasan, justru ia mencoba membangun Islam dengan memberikan toleransi yang tinggi kepada kebudayaan dan agama lain.

Sebut saja Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat. Bentuk dan ornamen masjid yang dibangun Sunan Gunung Jati tersebut diwarnai dengan banyak corak Arab, India, dan China yang merepresentasikan tiga agama yakni Islam, Hindu, dan Konghucu. Hal itu dilakukan untuk menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman yang sudah mendarah daging di Cirebon dan sekitarnya.

Selain ornamen tiga kebudayaan tersebut, unsur mistis dalam masjid ini yang paling menarik perhatian. Salah satunya adalah dengan adanya tradisi mengumandangkan azan pitu pada setiap menunaikan Salat Jumat. Azan Pitu sendiri merupakan tradisi azan yang dilakukan oleh tujuh orang secara serentak. Tradisi ini sudah dilakukan sejak 500 tahun yang lalu.

Pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Ahmad Hamdan, menuturkan tradisi azan pitu ini dimulai sejak adanya insiden kematian muazin masjid secara misterius setelah mengumandangkan azan.

"Sejak dibangun, beberapa kali selepas muazin mengumandang azan, mereka meninggal secara misterius," ujar Ahmad, Sabtu (11/5/2019).

Menurutnya, setelah berturut-turut adanya insiden tersebut, Sunan Gunung Jati yang menjadi arsitek pembangunan masjid ini bersama para wali lainnya meminta petunjuk kepada Allah. Saat itulah, dilaksanakan tradisi azan pitu atau azan yang dilakukan tujuh muazin untuk menangkal serangan dari sihir yang tidak menginginkan adanya penyebaran Islam di Cirebon.

"Konon, yang mengganggu masyarakat di sana adalah makhluk siluman yang bernama Menjangan Wulung yang bertengger di kubah masjid," ujarnya.

Saat itu, sambungnya, setelah ketujuh muazin mengumandangkan azan bersama-sama terdengar suara dentuman keras yang membuat kubah masjid hilang, oleh karenanya, Masjid Sang Cipta Rasa tidak memiliki kubah. Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini dibangun sekira 1480 M dengan luas masjid sekira 8.000 meter yang bisa menampung 1.000 jamaah.

"Nama Sang Cipta Rasa sendiri diartikan masjid yang dicipatakan dan dirasakan oleh umatnya. Tak heran banyak orang yang meminta berkah di masjid ini. Konon sumur tua yang ada di masjid ini dulunya bekas wudhu para wali dan sumurnya tidak pernah kering meskipun dilanda kemarau," tuturnya.

Masih dikatakannya, selama dibangun masjid ini baru tiga kali direnovasi untuk itu corak Hindu pada masjid ini masih sangat asli. Selain itu, ada satu keunikan lagi pada masjid ini yakni dengan adanya bedug yang hanya dipukul setiap bulan Ramadan dan menjelang Lebaran.

"Setiap Ramadan pada pukul 23.00-00.00 WIB bedug ini dipukul ini juga merupakan salah satu tradisi yang dulunya bertujuan untuk membangunkan masyarakat sahur," pungkasnya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama